Kamis, 07 Juli 2011

Kredit kepemilikan… biaya-biaya yang tersembunyi, Bagian ke-5 dari beberapa tulisan seri Investment for Housewives

Kredit kepemilikan… biaya-biaya yang tersembunyi
Bagian ke-5 dari beberapa tulisan seri Investment for Housewives

Suatu petang yang tenang dimana ada saat berdua untuk sepasang suami istri, pasti ada perbincangan menarik mengenai anak-anak, kabar dari kantor, impian bersama dan hal-hal yang mungkin lebih intim. Suatu ketika pokok pembicaraan menyentuh mengenai program kredit kepemilikan mobil. Ada sebuah lembaga pembiayaan yang menawarkan kredit dengan bunga cukup murah. Rupanya keluarga tersebut sudah lama ingin memiliki sebuah mobil keluarga.

“Pah, kita sudah mampu nggak ya untuk membeli mobil?” kata sang istri. “Lha kira-kira cukup nggak uang kita buat membayar cicilannya?” sang suami balik bertanya. “Lho, kok malah membalikkan pertanyaan sih?” kata si istri. “Soalnya Mama kan yang mengatur perencanaan keuangan kita selama ini? Jadi, Mama yang lebih tahu mengenai 
posisi keuangan keluarga kita,” jawab sang suami.

“Kalau menurut Mama sih rasanya kita masih mampu membayar uang muka dari tabungan kita dan cicilannya juga rasanya masih terjangkau,” jawab sang istri. “Berapa duit sih uang muka dan cicilannya?” sang suami bertanya lebih lanjut. “Uang muka + lain-lain Rp 45,264,300,- dan cicilan per bulan selama  47 bulan sebesar  Rp 5,068,800,-“ jawab sang istri.”Harga mobilnya sendiri kalau cash Rp 213,500,000,-,” lanjut sang istri.

“Hmmm…keputusan senilai 213.500.000,- rasanya layak kita diskusikan lebih serius. Coba kita bandingkan total harga yang harus kita bayar bila kita ambil secara kredit,” kata sang suami. Lalu setelah menambahkan 45.264.300 dengan (47 x 5.068.800,-) didapatlah angka Rp 238.233.600,-. Jadi selisihnya adalah Rp 24.733.600,- lebih banyak kita bayarkan bila kredit dibandingkan kalau kita ambil tunai. Secara persentase maka selisih dibagi dengan harga cash = 24.733.600/213.500.000, maka didapat angka 11,58%. “Sebenarnya persentase segitu sih cukup murah Mam. Tapi kamu mau nggak tiap 4 tahun kita ganti mobil?” tanyanya lebih lanjut. “Wah tentu mau dong, siapa yang nggak mau pakai mobil baru terus,” timpal istrinya.

“Kalau begitu coba kita berhitung penyusutannya,” lanjut sang suami. “Anggap saja kita bayar mobil itu seharga Rp 213.500.000,- trus kita susutkan selama 48 bulan dengan nilai sisa ketika akhir bulan ke-48 adalah anggap saja Rp 100.000.000,-. Jadi perhitungan sederhananya seperti ini, (213.500.000-100.000.000)/48 = 2.364.583,33 yah dibulatkan jadi 2.365.000 biar gampang.” Terang sang suami. “Nah jadi sebenarnya kalau kita mau pakai mobil, uang yang harus kita sisihkan setiap bulannya adalah sejumlah cicilan bulanan ditambah dengan penyusutan, totalnya Rp 7.433.000,-“lanjutnya
.
"Well diluar itu semua dea wife, masih ada biaya perawatan, bensin dan pajak yang harus ditanggung keuangan keluarga. Dengan jarak tempuh rata-rata 20 ribu kilometer dan konsumsi BBM sebanyak 1 liter untuk 10 km, maka tambahan biaya bahan bakar adalah (20.000/10) x 4500 = 9.000.000. Dengan asumsi harga BBM premium Rp 4500,-/liter maka tambahan biaya yang harus ditanggung keuangan keluarga adalah Rp 9.000.000,- per tahun atau setara Rp 750.000,-/bulan. Belum lagi biaya perawatan. Bisa-bisa keluar lagi 1 juta per bulan. So kalau kita hitung lagi maka total yang harus kita sisihkan per bulan  adalah:
Cicilan + penyusutan + bahan bakar + perawatan = Rp 5.068.800,- + Rp 2.365.000,- + Rp 750.000,- + Rp 1.000.000,- = Rp 9.183.800,-

“Wah, kok jadi banyak sekali Pah?” kata sang istri. “Yah memang seperti itu kalau kita mau menghitung dengan benar,” timpal sang suami. “Tapi untuk penyusutan sebenarnya duitnya kan nggak hilang, cuma disisihkan saja dan kalau Mamah bisa menginvestasikanya dengan baik, jumlahnya nanti di bulan ke-48 bisa cukup banyak lho, ditambah dengan nilai sisa hasil penjualan, kita bisa beli mobil baru lagi begitu selesai kredit.” Kata sang suami. “Papah ini kayak mikir buat perusahaan saja,” istrinya mencibir. “Ini kan keluarga, bukan perusahaan,” lanjut sang istri bersungut-sungut karena mulai melihat harapan yang memudar……(sayup-sayup terdengar lagu..."melambung jauh..terbang tinggi....", dari radio tetangga, itu tuh lagunya Anggun C. Sasmi)

“Memang kalau mau merencanakan keuangan yang baik itu harus lengkap informasinya, Mah dan kita harus meniru bagaimana perusahaan dijalankan supaya sumberdaya keuangan dalam keluarga bisa dioptimalkan walaupun terbatas.” Kata si suami lagi. “Tapi aku ada solusi nih kalau memang kita perlu mobil untuk saat-saat liburan yah sebulan empat kali pakai di akhir pekan….malah lebih murah coba bayangkan, sewa mobil Rp 600.000,- plus BBM anggap aja Rp 200.000,- semua Rp 800.000,- sebulan kita pakai 4 kali kan jadinya Cuma Rp 3.200.000,- tanpa perawatan dan penyusutan dan pajak…ahhh…pajaknya tadi belum dihitung kan?.” kata sang suami. “So, kita bisa ngirit hampir 6 jutaan sebulan dan masih bisa pakai mobil kalau perlu,” tambahnya sambil tersenyum. Sang istri hanya manggut-manggut gak mudheng (…nggak paham, dalam bahasa Jawa).

“Pusing, aku…kayak perusahaan saja,” sungut sang istri. “Tenang Mah, ada bedanya kok sama perusahaan,” hibur suaminya. “Apa?” tanya sang istri. “Di masa sulit, perusahaan bisa “membunuh” karyawannya, tapi keluarga kan tidak melakukannya, to? Justru di saat-saat sulit, keluarga seharusnya berjuang bersama-sama, itulah nilai kasih sayang yang jarang ada di perusahaan saat ini.” Kata sang suami lagi. Istrinya hanya tersenyum karena memang, “kasih sayang” adalah value yang jarang ada di sebuah perusahaan kecuali di dalam keluarganya….rumahnya….dan kasih sayang juga yang meredakan semua perbedaan mereka selama ini.

Banjarbaru, 7 Juli 2011
Catatan:
Ilustrasi harga mobil dan kredit menggunakan bahan dari www.oto.co.id mobil SX4 tanpa maksud promosi dan mengunggulkan merek tertentu, hanya untuk keperluan ilustrasi. Sedangkan harga sewa mobil hanya perkiraan saja karena saya tidak update harga sewa mobil.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar