Sabtu, 25 Juni 2011

Memetik Buah dari Kesabaran dan Ketekunan (Percakapan di ujung telepon) Bagian ke-4 dari beberapa tulisan Investment for the Housewives

Akhirnya tulisan jadi juga. Tapi kayaknya gak bisa singkat nih soalnya memang susah rasanya menyingkatnya. Semoga berguna dan silakan dibaca.

"Mam, masak apa hari ini?" Suara suamiku yang berat terdengar di ujung telepon pada suatu siang. “ Sup ayam dengan jamur, Pah,” kataku. “Hmmm….rasanya baunya sampai sini nih,” candanya lagi. Kami biasa saling menyapa setiap siang. Kalau tidak dia yang telepon ya aku yang akan memberinya sedikit gangguan di sela pekerjaannya. Well…jadi ibu rumah tangga tidaklah sememelas yang disangka orang. Setidaknya selalu ada yang mengangkat telepon di ujung sana. Seandainya suamiku presiden sekalipun pasti akan meluangkan waktunya beberapa menit untuk mendengarkan suaraku dan aku juga satu-satunya perempuan yang kebal  hukum bila mengomelinya…hehehe.

Lagi ngapain Pah? Tanyaku. “Ini, lho sedang menyusun portfolio investasi untuk klienku,” jawabnya dengan santai. “O….apa itu?” tanyaku. “Hmmm…itu adalah sup yang Papah buat untuk klien.” Katanya bercanda. “Sekian batang wortel dicampur dengan sekian liter kaldu ayam ditambah bawang, garam, merica dan potongan daging ayam serta daun seledri plus kubis, buncis, brokoli dan lain-lain yang bikin enak dan menyehatkan.” Jawabnya. Lalu dia menambahkan,”dimasak selama beberapa waktu dan jadilah sup yang enak serta menyehatkan.”

“Lho, investasi itu kok jadi sup?” tanyaku makin penasaran. Pekerjaan suamiku yang sering berurusan dengan segala macam investasi kadang-kadang membingungkan aku. Memang kami berbeda latar belakang pendidikan, tapi di saat sedang santai, dia sering menerangkan beberapa hal mengenai investasi padaku. “Mam, kamu juga harus melek investasi untuk lebih maksimal dalam mengelola keuangan keluarga,” katanya pada suatu waktu. “Lho Pah! Kalau Papah yang lebih pintar berinvestasi kenapa bukan Papah saja yang melakukan urusan investasi keluarga?” kataku.

“Bukan karena Papah nggak mau, tapi karena aku sebagai laki-laki ingin juga sih bermanja-manja sama kamu seperti biasa. Kamu tahu kan urusan daleman…hehehe…aku nggak pernah merasa beli celana dalam, kaos dalam dll…eh tapi tuh barang selalu siap dan ada di lemari dalam kondisi yang baik dan jumlahnya juga nggak bertambah. Berarti kamu membelikan buat aku dan aku heran kemana perginya yang lainya?” suamiku bertanya. “Jadi lap pel.” Jawabku. “Hah!!!” jawabnya pura-pura terkejut. Yah itulah salah satu kemewahan dalam berumah tangga…beberapa hal bisa terjadi tanpa kita melakukannya…hehehe.

“Hih…ini lho lagi ngomongin investasi kok malah sampai daleman segala,” kataku. “Mam, berbagi pekerjaan itu supaya kamu juga mengerti dan memahami aku lebih dalam lagi, seperti ketika aku kamu tinggal nengok Ibu yang lagi sakit dan aku harus berkutat dengan pekerjaan mengantar anak, menyiapkan makan dan minum mereka, membayar tagihan-tagihan serta mengurus cucian dan membersihkan rumah. Baru kupahami betapa pekerjaan seorang Ibu rumah tangga benar-benar tiada habisnya, “ katanya dengan jujur. Well, suamiku yang satu ini memang kuakui mampu bicara jujur….ada kalanya dia juga tidak berterus terang…tapi selalu memberiku semacam “clue” supaya aku menahan diri tidak bertanya terlalu banyak. Barangkali memang agak susah dia untuk ngomongnya…yah, laki-laki selalu saja begitu. Ada hal-hal yang katanya susah diomongkan.

“Dengan melakukan apa yang aku lakukan sebenarnya kamu juga belajar mengenai diriku dan itu juga akan membuat komunikasi kita lebih nyambung,” katanya menambahkan. Lalu dia menerangkan panjang lebar mengenai investasi untuk keluarga. Intinya, investasi itu berisiko dan harus melakukan manajemen risiko. Gambarannya ya seperti memasak sup tadi, berbagai macam instrumen investasi dipilh dan digabungkan menjadi suatu yang namanya “sup portfolio investasi” yang bisa terdiri dari saham, emas, deposito, tanah dan asuransi.

Supaya investasi itu enak dan menyehatkan maka haruslah melewati waktu tertentu untuk “dimasak” supaya matang sehingga enak dan menyehatkan kalau dinikmati. Juga harus dilakukan secara rutin supaya kita bisa mendapatkan keuntungan optimal  tanpa harus melakukan spekulasi. Spekulasi di sini artinya investasi yang bersifat untung-untungan dan tanpa perhitungan yang matang.

Sekarang seperti perumpamaan berikut:
Tahun 1 kita beli 10 gram emas senilai Rp 300.000,-/gram (harga emas saat itu). Tahun kedua beli lagi 10 gram seharga Rp 375.000,-/gram. Tahun ketiga beli lagi senilai Rp 325.000,- per gram. Pada tahun keempat harga emas Rp 360.000,-/gram. So bila kita perlu menguangkan investasi emas maka yang kita jual adalah emas yang kita beli pada tahun pertama dan tahun ketiga, karena sudah ada keuntungan. Emas yang kita beli tahun kedua harus kita simpan karena belum menghasilkan keuntungan. Ini sebenarnya adalah prinsip inventory sederhana yang juga menjadi manajemen risiko dari investasi itu sendiri.

Dalam contoh diatas kita kan punya dimensi waktu supaya investasi itu, seperti halnya sup ayam, dapat kita nikmati karena bahan-bahannya sudah cukup matang. Sedangkan bahan dan bumbunya atau dalam hal ini instrumen investasinya dapat digabungkan antara emas, deposito, reksadana atau saham dan juga asuransi. Tentunya dengan komposisi yang sesuai.

“Selain itu ketekunan untuk melakukan investasi dan kesabaran juga diperlukan lho,” kata suamiku lagi. Lalu sambungnya,”investasi itu perlu waktu untuk tumbuh, dan investor harus memiliki ketekunan untuk menginvestasikan dananya pada investasi yang punya prospek bagus.” Demikian perbincangan kami di telepon.  Terus terang aku masih ada beberapa hal yang ingin kutanyakan karena ngomong di telepon tentunya tidak seleluasa kalau bertatap muka langsung….hmmm tapi itu bisa nanti setelah dia pulang. Get back home soon, Honey!

Banjarbaru, 26 Juni 2011


Kamis, 09 Juni 2011

Bagaimana Berinvestasi Bila Bujet Amat Sangat Mepet Sekali

Bagian ke-3 dari beberapa tulisan dalam seri Investment for Housewives

Alkisah, di sebuah surat kabar terpampang judul yang menarik minat untuk membaca, "Ribuan korban penipuan investasi ramai-ramai melapor". Hari gini masih ada yang tertipu investasi????? Benar-benar hebat, dahsyat dan sekaligus bodoh.....sampai ada yang stress dan gila karena duit simpanannya yang dikumpulkan selama bertahun-tahun ludes...amblas...kosong blong !!! Bahkan ada yang pinjam duit untuk diinvestasikan....astagaaaaa!!!!
Memang untuk menjadi kaya harus mengambil risiko, tapi please deh....jangan bodo-bodo amatlah! Dear housewives, saya akan bagi beberapa prinsip utama untuk investasi bagi keluarga yang bujetnya amat sangat mepet sekali. Begini, pertama yang anda pikirkan adalah cari tipe investasi yang punya Opportunity Cost paling tinggi, baru kemudian investasikan ke tempat yang lainnya kalau masih ada sisa anggaran.
Investasi apa yang punya Opportunity Cost paling tinggi? Anda tahu? Jawabannya adalah ASURANSI. Kenapa asuransi? Karena itulah satu-satunya produk investasi yang ketika anda masuk sebagai nasabah, anda selalu dicurigai apakah anda sehat atau tidak, premi diukur dari usia dan jenis kelamin juga serta risiko pekerjaan....damn insurance company!!!! Maafkan kata-kata kotor saya tapi sesungguhnya memang demikian adanya dan mudah-mudahan tulisan ini tidak dibaca anak-anak. Tapi ketika saatnya klaim anda dibayarkan wow...insurance company is damn good babe!!!
Cari yang preminya murah dan memberikan uang pertanggungan yang besar. Semakin anda menunda semakin besar jumlah premi yang harus anda bayar karena faktor usia dan risiko kesehatan. Suatu saat pernah saya buat suatu ilustrasi yang membandingkan antara nasabah asuransi yang masuk di usia 35 dan yang masuk di usia 40 tahun. Hasilnya yang berusia 35 tahun dapat mengumpulkan sekitar 200 juta lebih banyak dari yang berusia 40 tahun pada saat masa pensiunnya. Opportunity Cost yang hilang selama 5 tahun (usia 40-35=5 tahun) adalah 200 juta rupiah atau sekitar 40 juta-an setahunnya. Semua perusahaan asuransi tidak ada yang jelek selama bisa bayar klaim. Inilah yang akan menolong meringankan beban keluarga bila terjadi risiko kehidupan yaitu sakit, cacat tetap atau bahkan meninggal dunia.
Yang kedua belilah emas yang bukan perhiasan tetapi logam mulia (LM). Anda bisa dapatkan dari yang satuan terkecil 1 gram kalau masih ada. Dan lakukan rutin dan catat harganya serta tanggal pembeliannya. Ini adalah prinsip inventory atau gudang...my dear kamu sudah punya gudang emas! Dengan prinsip inventory ini ohhh....kita bisa untung di saat orang lain "merasa" rugi. Kuncinya adalah beli secara rutin!!
Nah...tentunya dengan cara ini kalau bisa kebutuhan primer terutama rumah harus sudah punya. Kalau belum ya tentunya jangan ambil risiko untuk investasi. Investasi hanya untuk yang punya uang berlebih, kalau uangnya mepet...sebaiknya ambil alternatif pertama dulu....proteksilah asset atau bisa lebih miskin lagi.
Yah...namanya juga mepet...strateginya juga terbatas, tapi komitmennya harus lebih besar. Itulah kuncinya.....eh istriku mana tadi???? Wah...hehehe, ngimpi nih....aku kan lagi di luar kota.

Banjarbaru 10 Juni 2011

Minggu, 05 Juni 2011

Surat buat Istriku

Tulisan ini adalah di luar rencana saya dan saya tidak  ingin memasukkannya dalam seri tulisan Investment for Housewives karena sarat dengan luapan emosional. Ini hanya berbagi namun bisa juga menjadi tambahan “romantika kehidupan” untuk seri Investment for Housewives.

Istriku,
Kuingat suatu saat kita berdebat mengenai peran Ibu Rumah Tangga dalam keluarga. Aku tahu mengenai latar belakang pendidikanmu dan ketrampilanmu dan bahwa engkau memiliki kemampuan untuk bekerja dan menghasilkan tambahan bagi keluarga. Tapi akhirnya perdebatan emosional itu berakhir dengan betapa pentingnya peranan Ibu bagi seorang anak dan kita sepakat bahwa anak-anak perlu engkau di sisi mereka.

Hari ini tiba-tiba aku teringat saat itu ketika kuterima gajiku bulan ini. Aku duduk di samping sepasang suami isteri yang sudah cukup lanjut. Ketika kutanyakan pada mereka apakah hendak mengambil uang pensiun, sang suami berkata bahwa mereka hendak mengambil simpanan hari tuanya untuk bulan ini. Ternyata sang suami bukan pegawai yang terima pensiun. Mereka hidup dari simpanan hari tua mereka yang dahulu mereka tabung dengan cermat untuk persiapan masa-masa pensiun.

Hmmm….lalu kuingat saat perdebatan kita waktu itu. Pikiranku tiba-tiba mendapatkan suatu jawaban bahwa sesungguhnya kau melakukan peran yang luar biasa bagiku dan anak-anak. Seorang suami yang bekerja diukur secara finansial dari pendapatannya,….tetapi seorang Ibu Rumah Tangga….tahukah kamu sayang…berapa kontribusinya secara finansial? Ya,….itulah dari seberapa besar dia tiap bulannya dapat menyisihkan pendapatan dari suaminya untuk ditabung guna hari tua mereka (tentunya setelah keperluan untuk sekolah anak-anak dan lain-lain tetek bengek hanya kamu yang sanggup melakukannya).

Istriku, memang aku memulainya dengan memberikan pendapatanku tiap bulan kepadamu, tapi sebenarnya pada dirimulah semua itu ujungnya. Ketelitianmu mengelola keuangan keluargalah yang pada akhirnya menentukan kesejahteraan masa tua kita nanti. Walaupun saat ini kontribusimu terasa sedikit tapi pada akhirnya yang sedikit itulah yang menjadikan masa tua kita lebih bahagia. Bahwa sebenarnya peranmu sangat besar bagi masa-masa yang akan datang.

So, janganlah berkecil hati, semua indah pada waktunya…seperti saat pernikahan kita dulu…Indah pada waktunya. Sekarang adalah waktuku untuk mencari uang dan waktumu mengelola semuanya itu, namun besok ketika aku sudah tidak sanggup bekerja lagi itulah waktumu memetik hasil ketekunanmu dan aku berharap dapat menemani kamu sepanjang sisa umurku. Di saat itulah hal yang paling tidak aku inginkan adalah pertengkaran karena uang kita tidak cukup membayar keperluan sehari-hari.

Saat itulah aku akan mengantar kamu ke pasar, mengunjungi anak dan cucu, berjalan pagi bersama serombongan orang-orang lanjut usia seperti kita serta kemanapun kamu inginkan. Setelah hari-hari yang melelahkan di masa muda kita, aku inginkan masa tua yang tenang dan bahagia bersama engkau. Semoga tulisan ini dapat melegakan hatimu atas pengorbananmu. O, iya Sayangku…di masa-masa itu aku mungkin masih egois seperti saat ini, tapi kuharapkan akan banyak berkurang seiring dengan waktu dan bisa membuatmu lebih bahagia.

Palangka Raya, 7 Juni 2011