Minggu, 05 Juni 2011

Surat buat Istriku

Tulisan ini adalah di luar rencana saya dan saya tidak  ingin memasukkannya dalam seri tulisan Investment for Housewives karena sarat dengan luapan emosional. Ini hanya berbagi namun bisa juga menjadi tambahan “romantika kehidupan” untuk seri Investment for Housewives.

Istriku,
Kuingat suatu saat kita berdebat mengenai peran Ibu Rumah Tangga dalam keluarga. Aku tahu mengenai latar belakang pendidikanmu dan ketrampilanmu dan bahwa engkau memiliki kemampuan untuk bekerja dan menghasilkan tambahan bagi keluarga. Tapi akhirnya perdebatan emosional itu berakhir dengan betapa pentingnya peranan Ibu bagi seorang anak dan kita sepakat bahwa anak-anak perlu engkau di sisi mereka.

Hari ini tiba-tiba aku teringat saat itu ketika kuterima gajiku bulan ini. Aku duduk di samping sepasang suami isteri yang sudah cukup lanjut. Ketika kutanyakan pada mereka apakah hendak mengambil uang pensiun, sang suami berkata bahwa mereka hendak mengambil simpanan hari tuanya untuk bulan ini. Ternyata sang suami bukan pegawai yang terima pensiun. Mereka hidup dari simpanan hari tua mereka yang dahulu mereka tabung dengan cermat untuk persiapan masa-masa pensiun.

Hmmm….lalu kuingat saat perdebatan kita waktu itu. Pikiranku tiba-tiba mendapatkan suatu jawaban bahwa sesungguhnya kau melakukan peran yang luar biasa bagiku dan anak-anak. Seorang suami yang bekerja diukur secara finansial dari pendapatannya,….tetapi seorang Ibu Rumah Tangga….tahukah kamu sayang…berapa kontribusinya secara finansial? Ya,….itulah dari seberapa besar dia tiap bulannya dapat menyisihkan pendapatan dari suaminya untuk ditabung guna hari tua mereka (tentunya setelah keperluan untuk sekolah anak-anak dan lain-lain tetek bengek hanya kamu yang sanggup melakukannya).

Istriku, memang aku memulainya dengan memberikan pendapatanku tiap bulan kepadamu, tapi sebenarnya pada dirimulah semua itu ujungnya. Ketelitianmu mengelola keuangan keluargalah yang pada akhirnya menentukan kesejahteraan masa tua kita nanti. Walaupun saat ini kontribusimu terasa sedikit tapi pada akhirnya yang sedikit itulah yang menjadikan masa tua kita lebih bahagia. Bahwa sebenarnya peranmu sangat besar bagi masa-masa yang akan datang.

So, janganlah berkecil hati, semua indah pada waktunya…seperti saat pernikahan kita dulu…Indah pada waktunya. Sekarang adalah waktuku untuk mencari uang dan waktumu mengelola semuanya itu, namun besok ketika aku sudah tidak sanggup bekerja lagi itulah waktumu memetik hasil ketekunanmu dan aku berharap dapat menemani kamu sepanjang sisa umurku. Di saat itulah hal yang paling tidak aku inginkan adalah pertengkaran karena uang kita tidak cukup membayar keperluan sehari-hari.

Saat itulah aku akan mengantar kamu ke pasar, mengunjungi anak dan cucu, berjalan pagi bersama serombongan orang-orang lanjut usia seperti kita serta kemanapun kamu inginkan. Setelah hari-hari yang melelahkan di masa muda kita, aku inginkan masa tua yang tenang dan bahagia bersama engkau. Semoga tulisan ini dapat melegakan hatimu atas pengorbananmu. O, iya Sayangku…di masa-masa itu aku mungkin masih egois seperti saat ini, tapi kuharapkan akan banyak berkurang seiring dengan waktu dan bisa membuatmu lebih bahagia.

Palangka Raya, 7 Juni 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar